Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 817



Bab 817 Content is © by NôvelDrama.Org.

Pikiran Selena melayang, Ibu meninggalkannya sejak kecil, dia tumbuh besar dalam keluarga tunggal.

Meskipun ayahnya selalu baik padanya, baik dalam kehidupan maupun psikologis, dia diajarkan untuk menjadi pribadi yang murah hati, ceria, dan baik hati.

Namun, banyak hal yang tidak bisa digantikan oleh ayah. Seperti setiap kali ada acara olahraga orang tua dan anak di sekolah, banyak kegiatan yang harus dilakukan bersama oleh ayah dan ibu.

Dari kecil hingga dewasa, setiap kali dia melihat anak lain digandeng oleh ibu mereka, makan makanan yang ibu mereka masak, dan memamerkan pakaian yang ibu mereka pilih.

Mau seberapa hebatnya dia, dia akan diam–diam iri pada anak–anak yang memiliki ibu.

Dalam pemahamannya, jika dia memiliki anak di masa depan, dia pasti akan bertanggung jawab terhadap anak–anaknya, mencintai mereka dengan baik, dan tidak akan membiarkan mereka juga

memiliki orang tua tunggal.

Kemudian dia jatuh cinta dengan Harvey pada pandangan pertama, pada awalnya keduanya juga saling

mencintai dan saling menyukai,

Selena merasa, Harvey adalah pria yang baik dan dapat dipercaya, itulah sebabnya dia mau menikah dengannya pada usia yang begitu muda.

Akhirnya, dia masih gagal memenuhi janjinya sendiri, tidak bisa memberikan keluarga utuh bagi anak-

anak.

“Ibu!” Begitu Luna melihat Selena, dia melambaikan tangan dengan semangat ke arah Selena.

“Sayang, ayo sarapan.”

Harvey melihat ke arahnya, Selena yang berdiri di tengah cahaya pagi. Meski tidak berambut panjang yang beterbangan, ekspresi lembut di wajahnya, sama persis seperti wanita yang selalu mengantarnya

pergi seperti dulu.

Dia telah mendambakan senyum ini sejak lama sekali.

“Ibu lagi sakit, nggak bisa membuat makanan yang rumit, hanya membuat makanan sederhana, nanti

setelah Ibu sembuh, akan aku buatkan makanan enak untukmu.”

Luna tersenyum semringah sembari menatapnya, “Terima kasih, Ibu.”

Bab 817

Pikiran Selena melayang. Ibu meninggalkannya sejak kecil, dia tumbuh besar dalam keluarga tunggal.

Meskipun ayahnya selalu baik padanya, baik dalam kehidupan maupun psikologis, dia diajarkan untuk

menjadi pribadi yang murah hati, ceria, dan baik hati.

Namun, banyak hal yang tidak bisa digantikan oleh ayah. Seperti setiap kali ada acara olahraga orang

tua dan anak di sekolah, banyak kegiatan yang harus dilakukan bersama oleh ayah dan ibu.

Dari kecil hingga dewasa, setiap kali dia melihat anak lain digandeng oleh ibu mereka, makan makanan

yang ibu mereka masak, dan memamerkan pakaian yang ibu mereka pilih.

Mau seberapa hebatnya dia, dia akan diam–diam ini pada anak–anak yang memiliki ibu.

Dalam pemahamannya, jika dia memiliki anak di masa depan, dia pasti akan bertanggung jawab terhadap anak–anaknya, mencintai mereka dengan baik, dan tidak akan membiarkan mereka juga

memiliki orang tua tunggal

Kemudian dia jatuh cinta dengan Harvey pada pandangan pertama pada awalnya keduanya juga saling

mencintai dan saling menyukai.

Selena merasa, Harvey adalah pria yang baik dan dapat dipercaya, itulah sebabnya dia mau menikah dengannya pada usia yang begitu muda.

Akhirnya, dia masih gagal memenuhi janjinya sendiri, tidak bisa memberikan keluarga utuh bagi anak-

anak.

“Ibu!” Begitu Luna melihat Selena, dia melambaikan tangan dengan semangat ke arah Selena.

“Sayang, ayo sarapan.”

Harvey melihat ke arahnya, Selena yang berdiri di tengah cahaya pagi. Meski tidak berambut panjang yang beterbangan, ekspresi lembut di wajahnya, sama persis seperti wanita yang selalu mengantarnya pergi seperti dulu.

Dia telah mendambakan senyum ini sejak lama sekali.

“Ibu lagi sakit, nggak bisa membuat makanan yang rumit, hanya membuat makanan sederhana, nanti setelah Ibu sembuh, akan aku buatkan makanan enak untukmu.”

Luna tersenyum semringah sembari menatapnya. Terima kasih, Ibu.”

Sebenarnya Luna tidak pilih–pilih makanan, apalagi ini dibuat oleh ibunya. Apa pun buatan ibunya, akan

membuatnya senang.

Selena mengeluarkan bagian terpisah, lalu menatap ke arah Harvey, “Ini untukmu, terima kasih sudah

mengurus si kecil.”

Harvey merasa terkejut dan terhormat, tidak pernah terpikirkan bahwa Selena akan menyiapkan sarapan

untuknya. Dia menyentuh belakang kepalanya dengan wajah malu–malu, “Nggak, kok. Ini memang

seharusnya yang aku lakukan. Terima kasih, Nona.”

Sudah lama sekali Harvey tidak mencicipi keahlian memasak Selena, dia berhati–hati dan menikmati

setiap gigitan yang dia ambil.

Dalam benaknya muncul adegan saat mereka baru menikah, Selena bangun pagi–gai setiap hari untuk

menyiapkan pakaian yang akan dipakainya hari itu, kemudian dia membuat sarapan di dapur,

mengikatkan dasi untuknya sembari tersenyum dan padanya untuk dan berkata menyuruhnya agar

pulang lebih awal.

Seandainya tahu bahwa hari–hari seperti itu akan segera berlalu, Harvey akan menghargai setiap saat

yang, dia habiskan bersama Selena.

Tidak perlu berhati–hati menemani Selena seperti sekarang, juga tidak berani mengungkapkan

identitasnya.

Punya keluarga yang tidak bisa kembali, ada anak yang tidak bisa dikenali.

“Kamu kenapa? Sandwichnya nggak enak?” tanya Selena dengan khawatir saat melihat ekspresi

wajahnya.

Mata Harvey sedikit memerah, Selena sedikit memahami pria ini, yaitu pria kasar yang sangat tangguh.

Apa sandwich buatannya ini beracun?

“Nggak, kemampuan memasak Nona sangat baik, aku hanya teringat makanan yang pernah dibuat oleh seseorang yang penting bagiku di masa lalu. Saat itu, dia memasak buatku setiap hati, tapi aku nggak

menghargainya.”

Selena menghubungkan dengan asal–usul Gio dan mengatakan dengan simpati, “Aku bisa

memahaminya.”

Apakah Selena menebak sesuatu? Harvey segera menundukkan kepala dan makan dengan susah payah.

Tiba–tiba Selena menghela napas, “Pasti kamu merindukan ibumu, ‘kan?”

Harvey kesulitan bicara.

Selena menepuk bahunya, “Nggak apa–apa, kelak kamu jangan terlalu menahan diri. Kalau mau makan, makanlah bersama kami, si kecil menyukaimu, aku juga sangat berterima kasih padamu. Kalau hal ini membangkitkan kerinduanmu pada kampung halamanmu, anggap saja ibumu yang membuatkannya

untukmu.”

Harvey terdiam.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.