Chapter 2: 01. Ospek
Chapter 2: 01. Ospek
Author’s POV
“Chloe! Bangun!”
“Mmmh…” erang Chloe yang masih memeluk gulingnya dengan sayang. Badannya terasa berat sekali
karena sudah lengket dengan kasur dan gulingnya. Helena menggelengkan kepalanya ketika ia
membuka pintu dan melihat anak gadis nya masih tiduran.
Helena menarik guling Chloe dan berkacak pinggang,”Kamu mau dihukum sama senior kamu lagi?”
Chloe menghela nafas malas dan bangun dari ranjangnya,”Ma, boleh gak sih aku bolos aja? Malesin
banget senior-senior itu kalau udah teriak-teriak,”
“Tidak tidak. Kamu tidak boleh bolos!”
“Tapi ma-“
“Tidak ada tapi-tapian. Mama sudah siapkan sarapan kamu dibawah. Sana mandi,”
“Iya-iya,” dengan berat, Chloe berdiri, mengambik handuknya. Helena tidak melepaskan putrinya dari
pandangannya, memastikan Chloe benar-benar masuk ke kamar mandi.
“Mama juga mau ikutan mandi sama Chloe?”
“Mama itu mengawasi kamu, tau! Nanti kamu tidur lagi kalau mama ga awasi,”
“Iya ma, iya. Aku masuk nih ya… masuk nih,” ujar Chloe, masuk kedalam kamar mandi, meninggalkan
ibunya yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Helena masih berdiri, sampai dia mendengar
suara air yang deras, barulah dia benar-benar pergi.
Chloe masih sangat mengantuk. Lihatlah, bagaimana malas nya ia ketika ia menggosok giginya.
Dalam hati, ia mengutuk senior-senior yang membuatnya tidur larut tadi malam. Ia berharap ospek
benar-benar dihapuskan dari bagian pendidikan Indonesia. Untuk pendidikan karakter katanya, tapi
cara yang digunakan adalah berteriak dan membentak. Memangnya dengan ospek, semua mahasiswa
akan benar-benar mendapat pencerahan dan mengubah sifatnya begitu perkuliahan dimulai?
Begitukah?
“Berubah karena seseorang menurut hanyalah mitos dan tidak benar-benar terjadi. Siapapun tidak
akan pernah bisa mengubah seorang lainnya selain orang itu sendiri yang ingin berubah. Manusia itu
mengecewakan, baik sadar maupun tidak sadar," batin gadis itu sembari membasuh tubuhnya sekali
lagi.
"Hah..." erangnya dengan segar.
Sebagai contohnya, jika ada seseorang berubah karena aku, lalu aku tanpa sadar menyakiti orang itu.
Dapatkah kalian membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya,” ujar gadis itu sembari menutupi
tubuh polosnya dengan handuk, lalu kemudian keluar dari kamar mandi dan berjalan ke kamarnya. Ia
menatap seragam putih hitamnya dan beberapa atribut anehnya yang harus ia gunakan dengan malas.
“Tenanglah Chloe, sisa 2 hari lagi,” ujarnya, menyemangati dirinya yang sudah lesu sebelumnya.
****
Ditengah terik, Chloe berdiri dengan papan namanya yang bergelantungan. Rambutnya ia kuncir dua
karena dia lahir di bulan Februari. Ia merasa beruntung, jika saja ia lahir di bulan 12, walaupun
rambutnya cukup panjang, ia pasti kerepotan.
“Chloe Limantoro,”
Chloe mengutuk kakak gugus yang menyebutkan nama panjangnya, seakan ingin menarik perhatian
semua orang, bahkan termasuk dirinya. Dia adalah Wilson, kakak gugus yang laki-laki tapi mulutnya
melebihi kakak gugus perempuan lainnya. Sejujurnya Chloe juga tidak suka dengan nama panjangnya,
karena nama ini adalah nama keluarga yang ia dapatkan dari ayahnya, ayah yang sudah pergi
meninggalkan ibu dan dirinya sejak lalu lalu. Yang membuatnya tidak suka ialah, walaupun pria itu
sudah pergi dari kehidupan ibu dan dirinya, namun nama keluarga itu masih melekat dengan dirinya.
Chloe tidak dapat menahan ekspresinya ketika lelaki tadi mendekatinya, lalu merangkul dirinya dengan
dekat. Lelaki itu tidak memerdulikan ketidaknyamanan Chloe, karena ia merasa sangat percaya diri
dengan tampangnya. Tapi memang tidak dipungkiri, tampang pria itu lumayan cakep dan buktinya
kemarin ia cukup banyak mendapat surat cinta dari anak-anak ospek lainnya. Memprihatinkan bagi
Chloe, saat melihat maba-maba itu bergerombol dan berantusias untuk memberikan surat itu kepada
Wilson, karena pria seperti Wilson sama sekali tidak memenuhi standard nya untuk dikatakan sebagai
seorang pria.
Tidak hanya sekali saja ia melakukan hal seperti merangkul dan merecokki Chloe, sudah berkali kali
juga ia lakukan ini dan Chloe tidak nyaman dengan perlakuan itu. Selain ia tidak suka, apa kata maba NôvelD(ram)a.ôrg owns this content.
lainnya nantinya? Apa lelaki bodoh itu tidak berpikiran sampai kesana?
“Oh ya, kemarin kamu tidak bawa surat cinta kan?”
Chloe hanya mengangguk,
“Apa kau membawanya sekarang?”
Chloe juga mengangguk, sembari merogoh kantongnya dan memberikan surat itu kepada Wilson.
Willson tersenyum remeh, ia menduga kalau Chloe juga tertarik padanya.
“Kubuka sekarang ya,” ujarnya yang kemudian melepaskan rangkulannya dari Chloe.
Chloe mengangguk malas,
Willson memberikan surat itu kepada gadis yang berdiri disamping Chloe untuk membukakan surat itu
untuknya karena ia tidak mau spoiler. Willson terlihat bangga ketika ia menerima surat itu sebelum dia
membaca isi surat. Ia mengeraskan rahangnya begitu ia melihat isi surat itu, emosi nya semakin
meluap ketika Chloe menaikkan satu alisnya, seakan mengejek lelaki itu,
Lelaki itu membuang nafas, merasa tidak percaya. Namun seketika itu juga ia langsung menarik kerah
baju Chloe dengan emosi. Gadis yang tadinya membuka surat itu panik. Ia langsung bergerak,
berusaha untuk memisahkan tangan Wilson yang menarik kerah baju Chloe, tapi gagal karena gadis
yang diketahui bernama Jocelyn itu malah terdorong hingga terjatuh. Merasa tidak punya cara lain,
gadis itu pergi mencari bantuan untuk merelai keduanya.
Namun berbeda dengan Chloe, gadis itu masih memiringkan senyumannya untuk Willson. Tidak ada
rasa takut ataupun gentar walaupun rahang pria itu sudah mengeras,
“Beraninya kau-“
“HEY BERHENTI!” teriak seorang senior lelaki lainnya yang dibawa Jocelyn untuk merelai keduanya.
Lelaki itu langsung menarik tangan Willson dan mengunci tangan Wilson dan membawanya pergi.
Beberapa senior perempuan lainnya juga berdatangan kepada Chloe, untuk memeriksa apakah ada
luka yang di tubuh Chloe dan pastinya menanyai kejadian tersebut.
Sementara di sisi lain, Jocelyn mengambil secarik kertas yang sudah diremas itu dan melihat apa isi
surat itu dan alhasil, ia menahan tawa ketika membacanya. Tapi itu tidak berlangsung lama, karena
seorang senior lainnya mengambil secarik kertas itu dari Jocelyn.
Seketika itulah, beberapa perempuan itu bergerombol melihat isi kertas yang menjadi menjadi bom
emosi untuk Wilson,
Kepada kakak gugusku, Wilson…
Berhentilah merangkulku dan berbicara sedekat itu padaku karena nafasmu bau.