Bab 34
Bab 34
Bab 34 Kunjungan Hanung
Finno mulai memiliki perasaan untuk istrinya ini, yang dia nikahi karena sebuah keisenngan.
Selama bertahun-tahun, Finno tidak pernah berpikir bahwa dia akan merasakan jatuh cinta lagi.
Untungnya, wanita itu adalah istrinya.
Sayangnya, Vivin begitu naif sehingga dia belum menyadari perasaan Finno padanya.
Haruskah aku memberitahukan perasaanku dan merebut hatinya, atau haruskah aku perlahan-lahan membuatnya jatuh cinta padaku?
Finno tersenyum pahit.
Sudah sejak lama aku terakhir menyukai seorang wanita. Sekarang, aku justru merasakan kalau Vivin lebih sulit untuk ditaklukan dibandingkan dengan menangani kesepakatan bisnis yang bernilai miliaran.Kurasa sebaiknya pelan-pelan saja.
Finno menatap Vivin dengan senyuman dibibirnya. “pikirkan dengan cara itu saja kalau begitu”
Binggung dengan apa yang dikatakan Finno, Vivin hanya mengangguk hampa.
Melihat tatapan bingung Vivin, senyuman di wajah Finno betambah lebar, “apa kamu ada waktu besok? Temanku akan mengunjungi kita untuk makan bersama.”
“seorang teman?” Vivin tertegun.
“Ya.” Finno mengangguk. “Ada yang salah? Bukan berarti kamu tidak mau bertemu dengan keluargaku, lalu kamu juga akan menolak untuk bertemu dengan temanku juga. kan?”
Vivin terkekeh malu. “Berhentilah menggodaku. Besok aku santai.”
Keesokkan harinya, Vivin dan Muti menghabiskan sepanjang pagi di dapur. Tamu yang mereka tunggu akhinya datang saat siang hari.
“Hei. Finno!! Rumah terlihat jauh lebih tertata setelah kamu memiliki seorang istri.
Sebelum orang yang ditunggu itu muncul, justru suaranya yang terdengar lebih dulu. Nada suara. yang arogan dan penuh dengan kebanggaan.
Vivin langsung berjalan dengan cepat ke arah ruang tamu sekedar untuk melihat seorang pria, yang mengenakan kemeja merah muda, masuk kerumah.
Dia seumuran dengan Vivin. Meskipun dia cukup tampan, dia tidak memiliki ketenangan seperti yang dimiliki Finno. Tidak diragukan lagi, dia adalah seorang pria yang flamboyant.
“Hai, Vivin. Kakak iparku, kan?” Ketika pria itu melihat Vivin, dia dengan cepat menuju ke arah Vivin. Dia bahkan memelototi Finno, yang sedang duduk di kursi roda di sampingnya. “Finno,
dasar bajingan. Kamu bahkan tidak bilang padaku kalau istrimu sangatlah cantik!”
Masih terlihat tenang. Finno mengabaikannya dan hanya memperkenalkan mereka dengan singkat. “Hanung, ini Vivin WilLubis, Vivin, Ini Hanung Wijaya.”
Hanung Wijaya?
Karena Vivin adalah seorang jurnalis, dia merasa cukup akrab dengan nama ini. Setelah berpikir sebentar, dia tiba-tiba teringat. “Oh!!Hanung Wijaya dari Keluarga Wijaya?
Di Kota Metro ada tiga keluarga besar dan kuat. Tentu saja yang paling terkuat diantara mereka adalah keluarga Normando, yang menjadi grup terbesar. Selanjutnya ada keluarga Wijaya yang sangat berpengaruh dalam industry hiburan. Dan yang terakhir, ada keluarga Mahesa, yang dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan.
Hanung Wijaya adalah putra tunggal dan pewaris satu-satunya keluarga Wijaya.
“Halo.” Vivin sedikit gugup, tapi dia tetap tersenyum ramah. “Aku Vivin.”
“Senang akhirnya bertemu denganmu.” Hanung memiliki sepasang mata yang menawan. Memegang tangan Vivin seperti pria terhomat, dia mengangkatnya ke bibirnya, bersiap untuk memberikan ciuman di punggung tangannya.
Namun, tiba-tiba saja Finno mengangkat tangannya dan menarik tangan Vivin.
“Jangan berani-berani menyentuhnya,” bentak Finno tanpa ekspresi. Contentt bel0ngs to N0ve/lDrâ/ma.O(r)g!
Tertegun, seketika mata Hanung berbinar.
Astaga!! Apa baru saja Finno sedang cemburu? Ini semakin menyenangkan.
Merasa tertarik,Hanung menyeringai. Dia menyorongkan badanya ke arah Vivin dan berbisik mistertius, “Vivin, terkadang Finno sangatlah lamban berpikir. Jangan khawatirkan itu. Kalau kamu sudah bosan, datang mengobrol denganku. Aku adalah orang yang jauh lebih menarik daripada dia.”
Merasa takut, Vivin tertawa canggung. “Hanung, kamu bercanda.”
Ekspresi Finno benar-benar kelam sekarang. Dia meraih tangan Vivin dan berjalan menuju ruang
makan.
Setelah menyiapkan hidangan di atas meja, Muti dan Lubis pergi keluar karena ada janji keluar. Hanya Vivin, Finno dan Hanung yang tersisa di Villa.
Dengan menyilangkan satu kaki diatas kaki yang lainnya, Hanung meminta, “Hei, kenapa tidak ada alcohol dirumah ini? Finno, ambilkan beberapa. Lagian tidak ada orang luar dirumah ini. Kenapa kamu masih duduk di kursi roda jelek itu?”
Vivin sangat kaget mendengarnya. Finno berdiri dari kursi roda, kemudian menuangkan. semangkuk sup dan memberikannya kepada Hanung. Dan dia berkata dengan nada acuh.
“minum ini saja.”
Selanjutnya, Finno berbalik dan menuju ke ruang bawah tanah.
Baru saat itulah Vivin menyadari betapa dekatnya mereka. Finno bahkan memberitahukan kepada Hanung kalau dia sebenarnya tidak lumpuh.
Mata Hanung mengikuti Finno ketika dia menuju ke ruang bawah tanah. Lalu dia berbalik dan menatap Vivin. Senyum sumringah yang dari tadi terpancar di wajahnya kini tidak ada lagi.
“Terima kasih, Vivin.”
Vivin merasa tidak nyaman dengan sikap formal Hanung yang tiba-tiba saja. “Kenapa kamu berterima kasih padaku?”
“Terima kasih telah menikah dengan Finno.” Hanung bersandar di kursi dau menyeringai. Kali ini, terlihat jelas itu adalah senyuman yang tulus. “Kamu adalah orang kedua yang mengetahui kalau Finno tidak lumpuh. Ini membuktikan kalau Finno sangat mempercayaimu.”